5 Tradisi Unik Suku Toraja yang Mendunia

Toraja merupakan salah satu wilayah di Sulawesi Selatan yang kaya akan budaya dan kearifan lokal.  Tidak hanya dikenal dengan pariwisatanya, Toraja juga terkenal akan kearifan lokal yang menjadi daya tarik wisatawan lokal maupun asing untuk datang.  Bukanlah menjadi rahasia bahwa sebagian besar wisatawan asing yang datang ke Sulawesi Selatan sangat tertarik untuk datang ke Toraja.  Menurut IDN Times, ada lima tradisi Suku Toraja yang unik dan mendunia. 

1.       Rambu Solo’

Menurut wikipedia, Rambu solo’adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga almarhum membuat sebuah pesta sebagi tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.  Upacara Rambu Solo’ berasal dari kepercayaan aluk todolo’.  Namun, masih dilakukan hingga sekarang meskipun mayoritas masyarakat Toraja telah beragama kristen.  Dari Rambu Solo, dapat dikatakan bahwa Orang Toraja sangat menghormati leluhurnya.  Prosesi upacara pemakaman ini terdiri dari beberapa susunan acara.  Dimana dalam setiap acara tersebut, terdapat nilaiinilai kebudayaan yang sampai sekarang masih di pertahankan oleh masyarakat Toraja.  Dalam menyelenggarakan upacara rambu solo’tidak membutuhkan biaya yang sedikit.  Oleh karena itu, pihak keluarga membutuhkan waktu untuk mengumpulkan dana untuk upacara pemakaman yang berkisar puluhan hingga ratusan juta.  Itulah sebabnya mengapa mayat baru akan dimakamkan berbulan-bulan setelah kepergiannya. 

Upacara Rambu Solo’ sangatlah penting jika dilihat dari perspektif lain.  Misalnya dari segi ekonomi, Rambu Solo’membantu perekonomian masyarakat Toraja karena disana terjadi transaksi besar-besaran antara orang-orang yang terlibat dalam upacara itu.  Masyarakat Toraja terkenal tidak pernah ragu dalam mengeluarkan pendapatannya untuk mengadakan pesta baik Rambu Solo’ (upacara kematian) maupun Rambu Tuka’ (upacara pernikahan).  Banyak aktivitas ekonomi yang terjadi dalam pengadaan upacara Rambu Solo’.  Aktivitas ekonomi tersebut menguntungkan banyak pihak seperti pedagang ternak (kerbau dan babi), logistik makanan, pedagang kaki lima, dekorasi dan masih banyak lagi.  

2.       Tinggoro Tedong

Tinggoro Tedong adalah prosesi penyembelihan kerbau dengan cara ditebas satu kali di acara Rambu Solo’.  Tinggoro Tedong diadakan setelah prosesi menerima tamu. Jika orang besar atau bangsawan Toraja dipestakan, tak jarang yang ditinggoro adalah tedong bonga, tedong saleko, dan tedong-tedong lain yang harganya milyaran per ekor.  Tentu saja tidak hanya satu ekor kerbau yangb di tinggoro untuk acara rambu solo, bisa sampai puluhan dan ratusan kerbau, serta ratusan babi dan hewan-hewan lain seperti sapi, kuda, dan kijang. 

Awalnya tradisi ,ma’tinggoro tedong merupakan tuntutan agama atau Aluk Todolo (Ajaran Leluhur),  tetapi seiring berjalannya waktu, prosesi ini dimaknai sebagai acara solidaritas yang dilakukan oleh warga Toraja yaitu dengan membagi-bagikan dagingnya kepada sesama orang Toraja.  Tinggoro Tedong juga dimaknai sebagai bekal dari keluarga mendiang berupa kerbau dan babi sebanyak mungkin.  Para penganut kepercayaan Aluk Todolo percaya bahwa ruh binatang yang ikut dikorbankan dalam upacara kematian tersebut akan mengikuti arwah yang meninggal dunia. 

3.       Silaga Tedong

    Tidak dapat dipungkiri bahwa kerbau memiliki peranan paling penting dari suatu acara rambu solo’.  Demi sebuah identitas dan pengakuan di dalam masyarakat, orang dengan rela mengeluarkan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk satu ekor kerbau.  Bagi masyarakat Toraja, kerbau memiliki makna yang sangat berarti dan melambangkan sesuatu yang besar, kuat dan megah.  Kerbau bisa dijadikan alat tukar (semakin besar tanduknya, semakin tinggi nilainya).  Kerbau juga dijadikan ikatan sebuah perjanjian dan melambangkan kekayaan. 

Adu Kerbau (Silaga Tedong) adalah tradisi yang bertujuan untuk menghibur keluarga yang sedang berduka.  Walaupun upacara adat ini terbilang sangat mahal, tradisi ini tetap dilakukan setiap tahunnya karena berkaitan dengan upacara Rambu Solo.  Mapasilaga Tedong dimulai dengan dua kerbau yang diadu dan mereka menghantamkan tanduk mereka ke tanduk lawannya dan saling menjatuhkan satu sama lain. Kerbau yang dinyatakan kalah adalah kerbau yang berlari dari arena Mapasilaga Tedong. Bagi masyarakat Toraja, Kerbau merupakan hewan yang suci. Masyarakat Tana Toraja di Sulawesi Selatan (Sulsel), meyakini kerbau adalah kendaraan bagi arwah menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Kerbau pun memiliki kedudukan unik bagi masyarakat Toraja. Kerbau juga diternakkan dan sebagai alat pembajak sawah, sekaligus dianggap hewan sakral dan simbol status sosial.

Namun seiring berjalannya waktu terdapat perbedaan adu kerbau terdahulu dan masa sekarang.  Tidak jarang terjadi konflik antara keluarga pelaksana rambu solo’ dengan pihak gereja.  Hal ini dikarenakan pelaksanaan adu kerbau yang sudah bergeser jauh dari apa yang dikatakan adat.  Adu kerbau selalu menjadi arena perjudian yang besar.  Dalam satu kali pelaksanaan adu kerbau diperkirakan ratusan hingga miliaran rupiah uang beredar. 

4.        Ma’Nene’

    Prosesi rambu solo’ lainnya yang menjadi daya tarik di Toraja adalah ma’nene.  Ma’nene merupakan kegiatan membersihkan jasad para leuhur yang sudah ratusan tahun meninggal.  Makna dari ritual ini adalah mencerminkan betapa pentingnya hubungan antar keluarga bagi masyarakat Toraja.  Mereka menunjukkan hubungan antar keluarga yang tak terputus walaupun dipisahkan oleh kematian.  Ritual ini juga digunakan untuk memperkenalkan anggota-anggota keluarga muda dengan para leluhurnya.

Ritual ini diawali dengan berkunjungnya keluarga ke makam leluhur yang disebut Patane.  Kemudian jasad leluhur yang telah tersimpan ratusan tahun akan diambil.  Jasad tersebut dikeluarkan dari kuburan kemudian dibersihkan tak lupa pakaian yang digunakan diganti dengan kain atau pakaian yang baru.  Kemudian jenazah yang telah di rias dibawa keliling kampung. 


5.       Sisemba

    Sisemba atau Adu Kaki adalah salah satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Toraja sebagai bentuk rasa syukur akan panen yang melimpah.  Meski terkesan anarkis, tapi tradisi ini terlah berlangsung sejak lama.  Sisemba dilakukan secara massal tetapi hanya dilakukan oleh kaum pria karena permainannya yang cukup keras., Tidak jarang terjadi cedera akibat permainan ini. 

Komentar