TANAH LONGSOR DI JALAN POROS PALOPO-TORAJA : KEMBALI TERULANG, TEPATKAH MITIGASINYA?

Pada 26 Juni 2020, kembali terjadi musibah tanah longsor di Jalan Poros Palopo-Toraja.  Tepatnya Kelurahan Battang Barat, Kecamatan Wara Barat, Kota Palopo pada sekitar 16.46 WITA.  Sebagian besar penduduk yang menempati wilayah tersebut adalah para pemilik warung yang menjadi tempat persinggahan penumpang.  Tidak ada korban jiwa namun tercatat ada Sembilan rumah yang tertimbun longsor.  Wilayah Jalan Poros Palopo-Toraja merupakan wilayah yang harusnya mendapat perhatian lebih mengingat rawannya terjadi tanah longsor di sepanjang jalan tersebut. 

Jalan Poros Palopo-Toraja merupakan jalan poros yang menghubungkan antara dua wilayah yaitu Kota Palopo dan Kabupaten Toraja Utara.  Sebagai jalan yang menopang kegiatan perekonomian.  Banyak pedagang-pedagang yang menggantungkan hidupnya disana.  Selain itu, palopo adalah salah satu wilayah sumber pangan untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat Toraja.   Sebagian besar bahan pangan di peroleh dari pedagang-pedagang dari palopo seperti sayuran, ikan dan buah-buahan.  Terjadinya musibah di tanah longsor secara langsung mempengaruhi masyarakat Toraja khususnya Toraja Utara. 

Longsor yang terjadi di tahun 2020 ini, mengakibatkan lumpuhnya arus mobilisasi dari atau ke kedua wilayah.  Tidak ada satupun kendaraan yang dapat melintas dan bahkan banyak kendaraan yang terjebak di lokasi longsor.  Situasi ini disiasati oleh pemerintah daerah yaitu dengan membuat alternatif jalan darurat yang hanya bisa dilalui oleh kendaraan roda dua yaitu jembatan gantung sementara.  Setelah dikunjungi langsung oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia, Basuki Hadimuljono, dibangunlah jembatan gantung sepanjang 120 meter yang dapat dipakai oleh kendaraan roda dua dan pejalan kaki.  Pemerintah juga menyiapkan tiga jalan alternatif yang dapat dilewati oleh kendaraan roda empat maupun roda  dua juga pejalan kaki. 

Musibah tanah longsor di jalan poros Palopo-Toraja bukanlah merupakan musibah pertama yang terjadi.  Pada 9 November 2009 silam, terjadi musibah tanah longsor dengan skala yang lebih besar dibandingkan yang terjadi di tahun 2020.  Tercatat 18 orang yang tewas dengan beberapa diantaranya sudah tidak dapat dikenali bahkan ditemukan dengan anggota tubuh yang tidak lengkap.  Diketahui puluhan rumah mengalami kerusakan mulai dari kerusakan ringan hingga kerusakan berat. Meski demikian, bencana longsor di tahun 2020 tidak menimbulkan kerugian baik materi maupun korban jiwa yang besar dibandingkan di tahun 2008.  

Wilayah Jalan Poros Palopo-Toraja merupakan wilayah yang dapat menjadi fokus lebih pemerintah dalam mitigasi bencana di Sulawesi Selatan khususnya kabupaten Toraja Utara dan Kota Palopo. Menurut Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, bencana ini merupakan jenis bencana gerakan tanah yang terjadi diperkirakan berupa longsoran aliran bahan rombakan yang lorong dari lereng bukit.  Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah menduga bahwa selain curah hujan yang tinggi, salah satu penyebab bencana ini adalah  adanya alih fungsi lahan.  

Solusi lainnya yang disiapkan oleh pemerintah yaitu membuka jalan alternatif sementara dengan pembangunan posko yang sigap di setiap jalan alternatif tersebut.  Pemerintah menyediakan tiga alternatif jalan Palopo-Toraja dan membangun posko-posko di ketiga jalan tersebut.  Jalur alternatif yang dimaksud yaitu Batusitanduk-Sangkaropi-Rantepao,  Batusitanduk-Lilikira-Rantepao dan Bua-Rantebua-Rantepao

Komentar